Perawan Suci Dari Basrah Jenjang Sufisme Rabi’ah Adawiayah
Oleh: AJ Siraaj & A.H Mahmud
Keluaran: Fajar Pustaka
Halaman: 320 Mukasurat
Oleh: AJ Siraaj & A.H Mahmud
Keluaran: Fajar Pustaka
Halaman: 320 Mukasurat
Rabi’ah Adawiyah sentiasa bangun pada tengah malam untuk melakukan ibadah, bermunajat kepada Allah yang maha tinggi, bertawassul kepada-Nya, memohon perkenan-Nya, memohon ampunan dan menyatakan bertaubat, bersedih dan menangis, seraya mengharapkan rahmat-Nya. Zikrullah (Mengingati Allah) adalah perkara yang selalu menghiasi lisannya, juga di dalam hatinya, baik pada saat ia terjaga maupun dalam keadaan tertidur, baik saat berdiri maupun saat duduk. Rabi’ah tidak menyenandungkan apapun, selain hanya mengharapkan keridhaan-Nya. Ia juga tidak disibukkan oleh keluarga yang berbahagia, suami yang terhormat serta harta yang melimpah. Saat yang paling berharga bagi kaum wanita adalah ketika ada lelaki datang meminangnya. Saat pertunangan merupakan saat yang sangat indah bagi seorang anak perawan, saat itulah ia merasa paling cantik, diajak mengharungi suka duka berumah tangga, memadu cinta sehidup semati. Kemudian hari pernikahan, hari yang mengubah status dirinya dari seorang anak remaja menjadi raja sehari. Pikiran yang penuh dengan keindahan. Pada saat dia masih berusaha untuk membebaskan dirinya dari perasaan cinta yang bisa menandingi kecintaannya kepada Allah s.w.t. Rabiah Al-Adawiyah memandang kaum lelaki tidak lebih sekadar saudara yang tulus dan ikhlas. Menurut Rabiah pasangan antara wanita dengan lelaki ibarat langit dan bumi. Saling memberi, tanpa ada yang menuntut balasan. Bumi sudah sewajarnya berterima kasih kepada langit yang telah banyak memberi. Dan langit pun harus berterima kasih pula kepada bumi yang telah mahu menerima pemberiannya. Artinya, perhubungan pergaulan antara lelaki dan perempuan itu tidak harus dinodai dan dikotori oleh nafsu.
No comments:
Post a Comment