"Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah: 169).
“Wahai orang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidik (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menyebabkan kamu menyesali perkara yang kamu lakukan.” (Surah al-Hujurat, ayat 6)
Di kemaskini post pada 04/02/2021 Pada jam 23:40pm Kuala Lumpur

Monday, May 2, 2011

Kebenaran Al-Quran-Besi di bumi diturunkan daripada langit

http://wm294240.dbswebmatic.com/images/art_11469.jpg
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. QS. 4 An-Nisaa':82

Jalan-jalan Di Langit

http://wm294240.dbswebmatic.com/images/art_11626.jpg
Mengapa Allah bersumpah demi langit yang mempunyai jalan-jalan? Bukankah langit ciptaan Allah? Mengapa Allah bersumpah atas nama ciptaannya? Justru dari situlah terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang mau berfikir. Apa saja tanda-tanda kekuasaan Allah pada Langit yang memiliki jalan-jalan? Mari kita berbagi ilmu, saling mengingatkan & kita lihat sama-sama.
JALAN JALAN LANGIT - QUR'AN SEPANJANG MASA
(Posting nomor 75 Group "Islam Terbukti Benar" yang diblokir admin kufar Facebook) Ditulis ulang oleh Admin www.islamterbuktibenar.net , masih admin yang sama dengan group ITB 1 Facebook
السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو  ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد
Dan ini telah terbukti secara ilmiah jika memang Matahari itu mempunyai garis edar sendiri menglilingi galaksi kita. Ini jelas kebalikan dari kesalahan alkitab christian yg menulis jika Matahari tidak bergerak di tengah langit!
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
Qs.36 Yaasiin:38
DAN MATAHARI BERJALAN DITEMPAT PEREDARANNYA. DEMIKIANLAH KETETAPAN YANG MAHA PERKASA LAGI MAHA MENGETAHUI.
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
Qs.31 Luqman:29 TIDAKKAH KAMU MEMPERHATIKAN, BAHWA SESUNGGUHNYA ALLAH MENYATUKAN MALAM KE DALAM SIANG DAN MENYATUKAN SIANG KE DALAM MALAM DAN DIA TUNDUKKAN MATAHARI DAN BULAN MASING-MASING BERJALAN SAMPAI KEPADA WAKTU YANG DITENTUKAN, DAN SESUNGGUHNYA ALLAH MAHA MENGETAHUI APA YANG KAMU KERJAKAN.
Qs.21 Anbiyaa: 33. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Kenyataan yang lebih dulu disampaikan dalam Al-Qur’an ini baru diungkapkan pengamatan astronomi dizaman kita. Menurut pengamatan, matahari, sebagai pusat tata surya galaksi kita, ternyata matahari bergerak dengan kecepatan yang luar biasa yaitu 720 Km/jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang dinamakan Solar Apex. Ini berarti Matahari diperkirakan bergerak sejauh 17.280.000 Km/Hari.
Bersamaan Matahari, seluruh planet yang ada dalam pengaruh gravitasi Matahari ikut pula berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya semua bintang dalam galaksi yang lain di alam semesta pun berjalan dalam gerakan yang terencana sehingga banyak sekali garis-garis edar atau jalan lintasan bagi setiap benda angkasa termasuk galaksi lain.
Dan banyaknya lintasan edar dalam angkasa luar ini telah dinyatakan oleh Allah lebih dari 1400 tahun yang lalu dalam Al-Qur’an Surat 51 Adz-Dzariyaat ayat 7, yang artinya:
DEMI LANGIT YANG MEMPUNYAI JALAN-JALAN
Terdapat sekitar 2 milyar galaksi di alam semesta dimana masing-masing galaksi terdiri dari 200 bintang, sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut berjalan dalam garis edarnya yang diperhitungkan sangat teliti.
Selama Jutaan tahun, masing-masing beredar dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, Komet-komet pun beredar dalam lintasan yang yang ditetapkan Allah baginya.
Kekuasaan Allah tidak terbatas, pergerakan ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda langit disetiap galaksi yang ada, tapi galaksi itu sendiri pun berjalan pada kecepatan yang luar biasa dalam suatu peredaran yang terhitung dan terencana.
Selama pergerakan ini, tidak satupun benda-benda angkasa dan galaksi ini memotong lintasan atau bertabrakan dengan yang lainnya. Bahkan telah diamati sejumlah galaksi berpapasan 1 sama lainnya tanpa satu bagian dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Jelas pada saat Al-Qur’an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop atau teknologi canggih untuk mengamati angkasa luar yang jaraknya jutaan kilometer dan tidak pula fisika atau pengetahuan astronomi modern.
Tidak mungkin bagi Rasulullah Muhammad SAW mengatakan bahwa luar angkasa dipenuhi dengan lintasan dan garis edar masing-masing bintang yang dinyatakan dalam Surat 51 ayat 7 tersebut.
Jika Bumi berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari masih wajar pada masa ini, tapi bagaimana jika matahari berevolusi dalam galaksi dan bersamaan dengan itu maka galaksi itu sendiri berevolusi pula bersama galaksi-galaksi lainnya yang jauh lebih besar?
Terbayangkah bagaimana Maha Kuasa Allah yang tidak membutuhkan siapapun dalam mengatur alam semesta ini? Hal ini membuktikan bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Rasulullaah Muhammad SAW, tapi memang wahyu dari Allah melalui Malaikat Jibril pada Rasulullah Muhammad SAW.
Sebuah kitab yang mengaku datang dari Allah, maka kitab itu harus TIDAK BOLEH ada kesalahan sedikit pun, setitik kecil pun, secuil pun. Kitab itu harus merupakan kitab paling hebat dan jauh melebihi segalanya dan dilihat dari segala sisi apakah itu astronomi, fisika, kimia, ilmu bedah, ilmu janin, ilmu syaraf, oceanografi, matematika, kode angka, sastra, bahasa dan segala jenis lainnya.
Namun, pada kitab tetangga justru terdapat kesalahan dari berbagai segi, baik dari matematika, astronomi, kesehatan, sastra, bahasa, zoology, dan lainnya. Kami tidak asal menuduh, tapi dengan bukti, dan bukti terkuat ialah dari kitab agamanya.
Berikut ialah 3 kesalahan ilmiah dalam alkitab tetangga hanya dalam 2 ayat:
Yosua 10:12 Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: "Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!"
10:13 Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh.
Bagaimana mungkin sebuah kitab yang mengaku SUCI berasal dari TUHAN menulis paling kurang ada 3 kesalahan hanya dalam 2 ayat?
1.    Matahari ditulis mengelilingi bumi pada ayat 12.
2.    Matahari ditulis diam tak bergerak dalam waktu lama sampai bangsa membalaskan dendam?
3.    Matahari ditulis tidak bergerak sama sekali di tengah langit?
Kalau memang Nabi Yosua ingin menghentikan siang, tentu dia berkata: Hai BUMI, berhentilah berputar! Tapi mengapa ditulis: Matahari, berhentilah di atas gibeon?
Dahulu, gereja & orang christiani berpendapat jika bumi ialah pusat alam semesta, semua benda angkasa mengelilingi bumi, bumi itu datar berujung 4 seperti yg telah kita bahas dalam posting beberapa hari lalu.
Tapi ketika terbukti jika bumi bukan pusat tata surya, maka ini ialah pukulan telak bagi gereja karena TERBUKTI KITABNYA SALAH!
Untuk menutupi kesalahan ini, ada beberapa orang christian yg memfitnah jika Qur’an pun memiliki kesalahan serupa, iaitu Matahari mengelilingi bumi, padahal Qur’an tak pernah menulis Matahari mengelilingi bumi, tapi Qur’an menulis Matahari mempunyai garis edarnya sendiri.
Rujukan :
http://islamterbuktibenar.net/

Proses pembentukan hujan dalam Al-Quran


Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد
Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan. Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, “bahan baku” hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan:
“Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira” (Al Qur’an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur’an.
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: “Dialah Allah Yang mengirimkan angin…”
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap air”.
TAHAP KE-2: “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal…”
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: “…lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya…”
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel- partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Alqur’an Surat An-nur/24:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP – 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP – 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP – 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya.
Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar.
Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Sekali lagi… Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
Penemuan ini baru didapatkan setelah adanya tekhnologi yang mutakhir di abad 20. Inilah salah satu bukti bahwa Qur’an ialah mukjizat terbesar & SEPANJANG MASA, karena ayat-ayatnya baru dapat dibuktikan oleh ilmu & tekhnologi terakhir. Bahkan masih banyak lagi ayat-ayat yang belum dapat dibuktikan oleh ilmu & tekhnologi. Bukti kuat bahwa Qur’an bukan buatan Rasulullah Muhammad SAW tapi berasal dari ALLAH, Tuhan Langit & Bumi yang Maha Mengetahui ciptaan-NYA.
Jika Al-Qur’anul Kariim bukan berasal dari Allah, tentu ayat ini kemungkinan besar berbeda bunyinya & salah besar, tapi Alhamdulillah… Qur’an TERBUKTI BENAR.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Qs.4 Nisaa’:82

Mukjizat Qur’an mencakup dari yang sangat sederhana, sampai yang penuh dengan kerumitan dari segala bidang: matematika, astronomi, biologi, geografi, sastra, oceanografi dan segalanya. Karena Qur’an diturunkan kepada semua manusia sepanjang zaman. Bahasanya mencakup dari yang sangat sederhana, sampai pada tingkat tertinggi dari ilmu bahasa & kesusasteraan yang baik.
Dengan demikian pesan yang dibawa bisa dicapai oleh setiap orang tanpa melihat tingkat pendidikannya. Sama halnya dengan mukjizat Qur’an, fenonema yang sungguh teramat sangat luar biasa ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: BUKTI SEDERHANA dan BUKTI RUMIT
Bagi orang awam saja, keindahan bahasa & hikmah serta nasihat jiwa didalamnya sudah mampu membuktikan kemuliaan Qur’an bagi orang yang mau jujur menggunakan hati kecilnya. Diceritakan dalam sebuah kisah jika Abu Jahal pun menangis mendengar Rasulullah Muhammad SAW membaca Qur’an, namun sayang, Abu Jahal tidak mau mengakui Mukjizat Qur’an yang diturunkan pada Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga ini menjadi renungan bagi semua terutama bagi mereka yang murtad hanya karena dunia.
25 Juta Muslim menjadi Murtad (Kafir) antara tahun 1950-2004 berdasar 3 sumber resmi: Pemerintah Demokrasi, Pihak Islam & Pihak Kristen dengan sedikit perbedaan jumlah…
Ini baru yang tercatat, bagaimana dengan yang tidak tercatat?
Berapa jumlah murtadin antara 2005-2010?
Berapa jumlah murtadin sebelum tahun 1950?
Berapa jumlah murtadin di negara lain? Afrika, Indonesia, Malaysia, lainnya?
Belum termasuk yang terpengaruh Liberal berkata semua agama sama?
Berapa jumlah Islam yg setengah hati terpengaruh media massa?
Berapa jumlah muslim yang tak yakin dengan Islam?
Berapa Jumlah “Islam Keturunan” atau islam KTP?
Sampai kapan kita harus toleransi?
Hak kita untuk membela diri & keturunan kita!
Hidupkan KEWAJIBAN dakwah setiap individu muslim…
Sampaikan dengan hikmah & cara yang baik….
Tidak benar semua agama sama, hanya 1 agama benar!
AlQur’an menulis:” Siapa mecari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak diterima dari-nya, & dia di akhirat termasuk orang2 rugi”. (QS.3 Ali ‘Imran/3:85).
Tidak sempurna iman seorang muslim sampai dia menyayangi muslim lain seperti dirinya sendiri. Dan salah satu wujud sayang itu ialah amar ma’ruf nahi munkarKemunkaran yang merajalela saat ini ialah “Semua Agama Sama”. Mari kita buktikan semua agama tidak sama, hanya ISLAM saja satu-satunya agama yang TERBUKTI benar!
Subhanallah…1 lagi bukti…
Dari ilmiah…. Islam TERBUKTI Benar
Dari nalar…. Islam TERBUKTI Benar…
Dari Sejarah…. Islam TERBUKTI Benar…
bahkan Dari Kitab agama lain pun…. Islam TERBUKTI Benar…

Penyusuian yang Sempurna diantara Sains dan Al-Quran

Oleh: Abd-Alda’em Al-Kheel
Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa makanan sempurna untuk bayi adalah air susu ibu (ASI), dan bahwa memberi makan tidak akan lengkap tanpa ibu menyusui bayinya selama 2 (dua) tahun. Itulah yang dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di awal abad 20.
Sesuatu yang telah dikatakan Al-Qur’an empat belas abad yang lalu:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama 2 (dua) tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan…” (QS. Albaqarah/2:233)
Para dokter berpikir menyusui bayi hanya memberi dampak psikologis hubungan dengan ibunya dan tidak ada manfaat lebih jauh. Tetapi setelah melakukan riset selama setengah abad, manfaat besar lainnya untuk menyusui mulai muncul, bahkan dewasa ini para ilmuwan menemukan manfaat baru dari susu ibu. Kekebalan tubuh yang disebut imunoglobulin ditemukan pada susu ibu pada awalnya. Ia memberikan kekebalan tubuh terhadap berbagai bakteri dan virus. Bahkan para ilmuwan menemukan bahwa jumlah bakteri dalam usus bayi yang diberi susu sapi adalah sepuluh kali lipat lebih banyak daripada yang ada dalam usus bayi yang diberi susu ibu.
Keuntungan Bagi Anak
Kekebalan tubuh “imunoglobulin” membantu bayi selama tiga bulan pertama untuk melindungi tubuh dari serangan kuman terus-menerus, bahkan membantunya untuk membentuk dan memperkuat sistem kekebalan sendiri. Apalagi beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem kekebalan bayi tumbuh lebih cepat ketika ia diberi susu ibu. Susu ibu juga mengandung unsur kekebalan yang disebut “mucins” yang mengandung banyak protein dan karbohidrat. Zat ini mengikuti bakteri dan virus dan sepenuhnya menghilangkan mereka dari tubuh tanpa efek samping, berbeda dengan obat-obatan kimia.
Susu ibu juga memberikan stabilitas psikologis bayi, membantu tidur dan tenang, ia bekerja sebagai analgesik alamiah terbaik bagi bayi. ASI melindungi bayi dari alergi. Bahaya gizi pada susu sapi, misalnya, hal itu meningkatkan kemungkinan serangan kanker delapan kali lipat.
Keuntungan Bagi Ibu
Banyak studi yang dilakukan di 30 (tiga puluh) negara menunjukkan ibu yang menyusui bayinya kurang terkena kanker payudara.
Rahim melebar dua puluh kali selama kehamilan dan melahirkan. Penelitian menunjukkan menyusui bermanfaat untuk membantu rahim kembali ke ukuran normal. Sebaliknya ibu yang tidak menyusui bayinya ukuran rahimnya tetap lebih dari batas normal. Selain itu, menyusui juga melindungi dari kanker rahim.
Penyusuan alami membantu ibu untuk mengurangi berat badannya dan melindungi dirinya dari kegemukan. Bahkan ia juga bekerja sebagai analgesik alami rasa sakit bagi ibu juga. Penyusuan alami juga membantu ibu dan anak untuk tidur nyenyak.
Manfaat Bagi Masyarakat
Penyusuan alami tidak mahal sebaliknya buatan menyusu. Kita mungkin terkejut ketika kita tahu bahwa American Academy for Pediatric menekankan jika Amerika Serikat mengikuti cara menyusu alami itu akan menghemat 3.600 juta dolar per tahun.
Penyusuan alami juga berdampak positif pada lingkungan, karena polusi terjadi akibat proses manufaktur, pengeringan susu botol susu sapi, dan sampah yang dihasilkan dari penggunaan susu dan botol.
Periode Ideal Untuk Menyusui
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi UNICEF melakukan banyak penelitian pada bayi, dan mendapat hasil dari penelitian ini bahwa periode yang ideal adalah dua tahun. Karena selama dua tahun pertama bayi memiliki kebutuhan mendesak terhadap susu steril seperti susu ibu, sebagai sistem kekebalan agar ia dapat menghadapi setiap kemungkinan penyakit sebelum 2 (dua) tahun usianya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyelenggarakan konferensi berjudul “Makanan Pendamping ASI” pada tahun 2001 dengan kesimpulan sebagai berikut:
Dua tahun pertama dari kehidupan bayi adalah jendela kritis di mana fondasi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat dibangun. Menyusui bayi merupakan inti perawatan dalam periode ini.
Selain itu, dalam kesimpulan dari konferensi, periode ideal untuk menyusui adalah dua tahun, karena ada kebutuhan mendesak bagi bayi terhadap kekebalan tubuh untuk mengembangkan sistem kekebalan selama periode ini. ia tidak dapat menemukannya selain dalam susu ibu (ASI).
Dokter menekankan bahwa semua jenis makanan tidak bisa cukup bagi bayi selama dua tahun pertama usia bayi, karena bayi mengalami banyak faktor yang mengakibatkan banyak penyakit. Sehingga dua tahun pertama merupakan masa kritis dan sensitif untuk bayi di mana kita harus bergantung pada air susu ibu (ASI) untuk menghindari bahaya ini.
SUMBER: http://www.eramuslim.com/syariah/quran-sunnah/abd-alda-em-al-kheel-penyusuan-yang-sempurna-antara-sains-dan-alquran.htm

Pandangan AlQur’an tentang Ilmu dan Teknologi 2 September 2010

ILMU DAN TEKNOLOGI
Pandangan AlQur’an tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui
prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima
oleh Nabi Muhammad Saw.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia
apa yang tidak diketahuinya (QS Al-’Alaq [96]: 1-5).
Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik
teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca,
karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama
bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk
kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah,
ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman,
sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak.
Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini bukan
sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan
diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca
hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan.
Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang
bacaan bismi Rabbik (demi Allah] akan menghasilkan pengetahuan
dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga.
Demikian pesan yang dikandung Iqra’ wa rabbukal akram (Bacalah
dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah).
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat
bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu
Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain
sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum
diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau
atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa
alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya
berasal dari satu sumber, yaitu Allah Swt.
Setiap pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum
subjek dituntut peranannya untuk memahami objek. Namun
pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang
memperkenalkan diri kepada subjek tanpa usaha sang subjek.
Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak
setiap 76 tahun. Pada kasus ini, walaupun para astronom
menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati
dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah
kehadiran komet itu dalam memperkenalkan diri.
Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang
siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai
“kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya
tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat
dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajaran
tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran
tersebut.
ILMU
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam
Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian
pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa
berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar
katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata
‘alam (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘a’lam
(gunung-gunung), ‘alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian,
kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui)’ a’rif (yang
mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan).
Allah Swt. tidak dinamakan a’rif’ tetapi ‘alim, yang berkata
kerja ya’lam (Dia mengetahui), dan biasanya Al-Quran
menggunakan kata itu –untuk Allah– dalam hal-hal yang
diketahuinya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan.
Perhatikan objek-objek pengetahuan berikut yang dinisbahkan
kepada Allah: ya’lamu ma yusirrun (Allah mengetahui apa yang
mereka rahasiakan), ya’lamu ma fi al-arham (Allah mengetahui
sesuatu yang berada di dalam rahim), ma tahmil kullu untsa
(apa yang dikandung oleh setiap betina/perempuan), ma fi
anfusikum (yang di dalam dirimu), ma fissamawat wa ma fil ardh
(yang ada di langit dan di bumi), khainat al-’ayun wa ma
tukhfiy ash-shudur (kedipan mata dan yang disembunyikan dalam
dada). Demikian juga ‘ilm yang disandarkan kepada manusia,
semuanya mengandung makna kejelasan.
Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah
kejadian manusia pertama yang dijelaskan Al-Quran pada surat
Al-Baqarah (2) 31 dan 32:
Dan dia (Allah) mengajarkan kepada Adam, nama-nama
(benda-benda) semuanya. Kemudian Dia mengemukakannya
kepada para malaikat seraya berfirman, “Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu memang
orang-orang yang benar (menurut dugaanmu).” Mereka
(para malaikat) menjawab, “Mahasuci Engkau tiada
pengetahuan kecuali yang telah engkau ajarkan.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana.”
Manusia, menurut Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu
dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu,
bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai
cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula Al-Quran
menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang
berpengetahuan.
Menurut pandangan Al-Quran –seperti diisyaratkan oleh wahyu
pertama– ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang
diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai ‘ilm ladunni, seperti
diinformasikan antara lain oleh Al-Quran surat Al-Kahfi (18):
65.
Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan
seorang hamba dan hamba-hamba Kami, yang telah Kami
anugerahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dan sisi Kami.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm
kasbi. Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak daripada yang
berbicara tentang ‘ilm laduni.
Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran
terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui
melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak,
sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, antara lain
dalam firman-Nya:
Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu
tidak lihat (QS Al-Haqqah [69]: 38-39).
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan non-materi.
fenomena dan non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan
dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak.
Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui (QS
Al-Nahl [16]
Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah
terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan.
Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS
Al-lsra’[17]: 85).
OBJEK ILMU DAN CARA MEMPEROLEHNYA
Berdasarkan pembagian ilmu yang disebutkan terdahulu, secara
garis besar objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok,
yaitu alam materi dan alam non-materi. Sains mutakhir yang
mengarahkan pandangan kepada alam materi, menyebabkan manusia
membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka
tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di
alam materi. Karena itu. objek ilmu menurut mereka hanya
mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang
secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan
pengalihan antarbudaya.
Objek ilmu menurut ilmuwan Muslim mencakup alam materi dan
non-materi. Karena itu, sebagai ilmuwan Muslim –khususnya
kaum sufi melalui ayat-ayat Al-Quran– memperkenalkan ilmu
yang mereka sebut al-hadharat Al-Ilahiyah al-khams (lima
kehadiran Ilahi) untuk menggambarkan hierarki keseluruhan
realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah: (l) alam nasut
(alam materi), (2) alam malakut (alam kejiwaan), (3) alam
jabarut (alam ruh), (4) alam lahut (sifat-sifat Ilahiyah), dan
(5) alam hahut (Wujud Zat Ilahi).
Tentu ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk
meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut.
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur (menggunakannya sesuai petunjuk Ilahi untuk
memperoleh pengetahuan) (QS Al-Nahl [16]: 78).
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu,
pendengaran, mata (penglihatan) dan akal, serta hati.
Trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan, dan
tes-tes kemungkinan (probability) merupakan cara-cara yang
digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan. Hal itu disinggung
juga oleh Al-Quran, seperti dalam ayat-ayat yang memerintahkan
manusia untuk berpikir tentang alam raya, melakukan
perjalanan, dan sebagainya, kendatipun hanya berkaitan dengan
upaya mengetahui alam materi.
Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi
… (QS Yunus [10]: 101).
Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta
diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana
gunung ditancapkan dan bagaimana bumi dihamparkan?
(QS Al-Ghasyiyah [88]: 17-20).
Apakah mereka tidak memperhatikan bumi? Berapa banyak
Kami tumbuhkan di bumi itu aneka ragam tumbuhan yang
baik? (QS Al-Syu’ara’ [26]: 7)
Apakah mereka tidak melakukan perjalanan di bumi …
(QS 12: 109; 22: 46; 35: 44; dan lain-lain).
Di samping mata, telinga, dan pikiran sebagai sarana meraih
pengetahuan, Al-Quran pun menggarisbawahi pentingnya peranan
kesucian hati.
Wahyu dianugerahkan atas kehendak Allah dan berdasarkan
kebijaksanaan-Nya tanpa usaha dan campur tangan manusia.
Sementara firasat, intuisi, dan semacamnya, dapat diraih
melalui penyucian hati. Dari sini para ilmuwan Muslim
menekankan pentingnya tazkiyah an-nafs (penyucian jiwa) guna
memperoleh hidayat (petunjuk/pengajaran Allah), karena mereka
sadar terhadap kebenaran firman Allah:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
diri di muka bumi –tanpa alasan yang benar– dari
ayat-ayat Ku … (QS Al-A’raf [7]: 146).
Berkali-kali pula Al-Quran menegaskan bahwa inna Allah la
yahdi, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada
al-zhalimin (orang-orang yang berlaku aniaya), al-kafirin
(orang-orang yang kafir), al-fasiqin (orang-orang yang fasik),
man yudhil (orang yang disesatkan), man huwa kadzibun kaffar
(pembohong lagi amat inkar), musrifun kazzab (pemboros lagi
pembohong), dan lain-lain.
Memang, mereka yang durhaka dapat saja memperoleh secercah
ilmu Tuhan yang bersifat kasbi, tetapi yang mereka peroleh itu
terbatas pada sebagian fenomena alam, bukan hakikat (nomena).
Bukan pula yang berkaitan dengan realitas di 1uar alam materi.
Dalam konteks ini Al-Quran menegaskan:
… Tetapi banyak manusia yang tidak mengetahui.
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia sedangkan tentang akhirat mereka
lalai (QS Al-Rum [30]: 6-7).
Para ilmuwan Muslim juga menggarisbawahi pentingnya
mengamalkan ilmu. Dalam konteks ini, ditemukan ungkapan yang
dinilai oleh sementara pakar sebagai hadis Nabi Saw.:
Barangsiapa mengamalkan yang diketahuinya maka Allah
menganugerahkan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya.
Sebagian ulama merujuk kepada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
282 untuk memperkuat kandungan hadis tersebut.
Bertakwalah kepada Allah, niscaya Dia mengajar kamu.
Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Atas dasar itu semua, Al-Quran memandang bahwa seseorang yang
memiliki ilmu harus memiliki sifat dan ciri tertentu pula,
antara lain yang paling menonjol adalah sifat khasyat (takut
dan kagum kepada Allah) sebagaimana ditegaskan dalam
firman-Nya,
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya adalah ulama (QS Fathir [35]: 28).
Dalam konteks ayat ini, ulama adalah mereka yang memiliki
pengetahuan tentang fenomena alam.
Rasulullah Saw. menegaskan bahwa:
Ilmu itu ada dua macam, ilmu di dalam dada, itulah
yang bermanfaat, dan ilmu sekadar di ujung lidah,
maka itu akan menjadi saksi yang memberatkan manusia.
MANFAAT ILMU
Dari wahyu pertama, juga ditemukan petunjuk tentang
pemanfaatan ilmu. Melalui Iqra’ bismi Rabbika, digariskan
bahwa titik tolak atau motivasi pencarian ilmu, demikian juga
tujuan akhirnya, haruslah karena Allah.
Syaikh Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar,
memahami Bacalah demi Allah dengan arti untuk kemaslahatan
makhluknya. Bukankah Allah tidak membutuhkan sesuatu, dan
justru makhluk yang membutuhkan Allah Swt.?
Semboyan “ilmu untuk ilmu” tidak dikenal dan tidak dibenarkan
oleh Islam. Apa pun ilmunya, materi pembahasannya harus bismi
Rabbik, atau dengan kata lain harus bernilai Rabbani. Sehingga
ilmu yang –dalam kenyataannya dewasa ini mengikuti pendapat
scbagian ahli– “bebas nilai”, harus diberi nilai Rabbani oleh
ilmuwan Muslim.
Kaum Muslim harus menghindari cara berpikir tentang
bidang-bidang yang tidak menghasilkan manfaat, apalagi tidak
memberikan hasil kecuali menghabiskan energi. Rasulullah Saw.
sering berdoa,
Wahai Tuhan, Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat.
Atas dasar ini pula berpikir atau menggunakan akal untuk
mengungkap rahasia alam metafisika, tidak boleh dilakukan.
Artinya, hati mesti dipergunakan untuk menjelajahi alam
metafisika.
Menarik untuk dikemukakan bahwa ayat-ayat Al-Quran vang
berbicara tentang alam raya, menggunakan redaksi yang
berlainan ketika menunjukkan manfaat yang diperoleh dan alam
raya, walaupun objek atau bagian alam yang diuraikan sama.
Perhatikan misalnya ketika Al-Quran menguraikan as-samawat
wal-ardh. Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 164, penjelasan
ditutup dengan menyatakan, la ayatin liqaum(in) ya’qilun
(sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal).
Sedangkan dalam Al-Quran surat Ali-’Imran ayat 90, ketika
menguraikan persoalan yang sama diakhiri dengan la ayatin
li-ulil albab (pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
bagi Ulil Albab [orang-orang yang memiliki saripati segala
sesuatu].
Inilah antara lain fashilat {penutup) ayat-ayat yang berbicara
tentang alam raya, yang darinya dapat ditarik kesan adanya
beragam tingkat dan manfaat yang seharusnya dapat diraih oleh
mereka yang mempelajari fenomena alam: yatafakkarun (yang
berpikir) (QS 10: 24) ya’lamun (yang mengetahui) (QS 10: 5),
yatazakkarun (yang mengambil pelajaran) (QS 16: 13), ya’qilun
(yang memahami) (QS 16: 12), yasma’un (yang mendengarkan) (QS
30: 23), yuqinun (yang meyakini) (QS 45: 4), al-mu’minin
(orang-orang yang beriman) (QS 45: 3), al-’alimin (orang-orang
yang mengetahui) (QS 30: 22).
TEKNOLOGI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan
sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu
eksakta dan berdasarkan proses teknis.” Teknologi adalah ilmu
tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Kalau demikian, mesin atau alat canggih yang dipergunakan
manusia bukanlah teknologi, walaupun secara umum alat-alat
tersebut sering diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah
dipergunakan oleh manusia sejak berabad yang lalu, namun abad
tersebut belum dinamakan era teknologi.
Menelusuri pandangan Al-Quran tentang teknologi, mengundang
kita menengok sekian banyak ayat Al-Quran yang berbicara
tentang alam raya. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar
750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan
fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui
dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas dan berulang-ulang
Al-Quran menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan
Allah untuk manusia.
Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugerah)
dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]: 13).
Penundukan tersebut –secara potensial– terlaksana melalui
hukum-hukum alam yang ditetapkan Allah dan kemampuan yang
dianugerahkan-Nya kepada manusia. Al-Quran menjelaskan
sebagian dari ciri tersebut, antara lain:
(a) Segala sesuatu di alam raya ini memiliki ciri dan
hukum-hukumnya.
Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran (QS
Al-Ra’d [13]:
Matahari dan bulan yang beredar dan memancarkan sinar, hingga
rumput yang hijau subur atau layu dan kering, semuanya telah
ditetapkan oleh Allah sesuai ukuran dan hukum-hukumnya.
Demikian antara lain dijelaskan oleh Al-Quran surat Ya Sin
ayat 38 dan Sabihisma ayat 2-3
(b) Semua yang berada di alam raya ini tunduk kepada-Nya:
Hanya kepada Allah-lah tunduk segala yang di 1angit
dan di bumi secara sukarela atau terpaksa (QS Al-Ra’d
[13]: 15).
(c) Benda-benda alam –apalagi yang tidak bernyawa– tidak
diberi kemampuan memilih, tetapi sepenuhnya tunduk kepada
Allah melalui hukum-hukum-Nya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan
langit yang ketika itu masih merupakan asap, lalu Dia
(Allah) berkata kepada-Nya, “Datanglah (Tunduklah)
kamu berdua (langit dan bumi) menurut perintah-Ku
suka atau tidak suka!” Mereka berdua berkata, “Kami
datang dengan suka hati” (QS Fushshilat: ll).
Di sisi lain, manusia diberi kemampuan untuk mengetahui ciri
dan hukum-hukum yang berkaitan dengan alam raya, sebagaõmana
diinformasikan oleh firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 31,
Allah mengajarkan Adam nama-nama semuanya
Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri,
dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui
rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan
Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap
perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat
memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya,
semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan
alam yang telah ditundukkan Tuhan. Keberhasilan memanfatkan
alam itu merupakan buah teknologi.
Al-Quran memuji sekelompok manusia yang dinamainya ulil albab.
Ciri mereka antara lain disebutkan dalam surat Ali-’Imran (3)
190-191:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi ulil albab. Yaitu mereka yang
berzikir (mengingat) Allah sambil berdiri, atau duduk
atau berbaring, dan mereka yang berpikir tentang
kejadian langit dan bumi …
Dalam ayat-ayat di atas tergambar dua ciri pokok ulil albab,
yaitu tafakkur dan dzikir. Kemudian keduanya menghasilkan
natijah yang diuraikan pada ayat 195:
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan mereka
dengan berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal yang beramal di antara kamu, baik
lelaki maupun perempuan …”
Natijah bukanlah sekadar ide-ide yang tersusun dalam benak,
melainkan melampauinya sampai kepada pengamalan dan
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj At-Tarbiyah Al-Islamiyah
mengomentari ayat Ali ‘Imran tadi sebagai berikut:
[tulisan Arab]
Maksudnya adalah bahwa ayat-ayat tersebut merupakan metode
yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap
alam. Ayat-ayat itu mengarahkan akal manusia kepada fungsi
pertama di antara sekian banyak fungsinya, yakni mempelajari
ayat-ayat Tuhan yang tersaji di alam raya ini. Ayat-ayat
tersebut bermula dengan tafakur dan berakhir dengan ama1
Lebih jauh dapat ditambahkan bahwa “Khalq As-samawat wal Ardh”
di samping berarti membuka tabir sejarah penciptaan langit dan
bumi, juga bermakna “memikirkan tentang sistem tata kerja alam
semesta”. Karena kata khalq selain berarti “penciptaan”, juga
berarti “pengaturan dan pengukuran yang cermat”. Pengetahuan
tentang hal terakhir ini mengantarkan ilmuwan kepada
rahasia-rahasia alam, dan pada gilirannya mengantarkan kepada
penciptaan teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat
bagi umat manusia.
Jadi, dapatkah dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu
yang dianjurkan oleh Al-Quran?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada dua catatan yang perlu
diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Quran berbicara tentang alam raya dan
fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa pembicaraannya selalu
dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah Swt.
Perhatikan misalnya uraian Al-Quran tentang kejadian alam:
Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang
padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapa mereka tidak juga beriman? (QS Al-Anbiya’
[21]: 30).
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai
isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar), yang mengawali
terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja berbeda
pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses
terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika
Al-Quran berbicara tentang hal itu, dikaitkannya dengan
kekuasaan dan kebesaran Allah; serta keharusan beriman
pada-Nya.
Pada saat mengisyaratkan pergeseran gunung-gunung dari
posisinya, sebagaimana kemudian dibuktikan para ilmuwan
informasi itu dikaitkan dengan Kemahahebatan Allah Swt.: ~
Kamu lihat gunung-gunung, yang kamu sangka tetap di
tempatnya, padahal berjalan sebagaimana halnya awan.
Begitulah perbuatan Allah, yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan (QS Al-Naml [27]: 88).
Ini berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu
mengingatkan manusia terhadap Kehadiran dan Kemahakuasaan
Allah Swt., selain juga harus memberi manfaat bagi
kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi Rabbik.
Kedua, Al-Quran sejak dini memperkenalkan istilah sakhkhara
yang maknanya bermuara kepada “kemampuan meraih –dengan mudah
dan sebanyak yang dibutuhkan– segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang
teknik”.
Ketika Al-Quran memilih kata sakhhara yang arti harfiahnya
menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya
dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk
dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah
manusia. Bukankah manusia diciptakcan oleh Allah sebagai
khalifah? Tidaklah wajar seorang khalifah tunduk dan
merendahkan diri kepada sesuatu yang telah ditundukkan Allah
kepadanya. Jika khalifah tunduk atau ditundukkan oleh alam.
maka ketundukan itu tidak sejalan dengan maksud Allah Swt.
Di atas telah dikemukakan bahwa penundukan Allah terhadap alam
raya bersama potensi yang dimiliki manusia –bila digunakan
secara baik– akan membuahkan teknologi.
Dari kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa teknologi dan hasil-hasilnya di samping harus
mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan
bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala
yang berada di alam raya ini.
Kalaulah alat atau mesin dijadikan sebagai gambaran konkret
teknologi, dapat dikatakan bahwa pada mulanya teknologi
merupakan perpanjangan organ manusia. Ketika manusia
menciptakan pisau sebagai alat pemotong, alat ini menjadi
perpanjangan tangannya. Alat tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dan organ manusia. Alat itu sepenuhnya tunduk kepada
si Pemakai, melebihi tunduknya budak belian. Kemudian
teknologi berkembang, dengan memadukan sekian banyak alat
sehingga menjadi mesin. Kereta, mesin giling, dan sebagainya,
semuanya berkembang, khususnya ketika mesin tidak lagi
menggunakan sumber energi manusia atau binatang, melainkan
air, uap, api, angin, dan sebagainya. Pesawat udara, misalnya,
adalah mesin. Kini, pesawat udara tidak lagi menjadi
Perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan atau penciptaan
organ dan manusia. Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang
memungkinkannya mampu terbang? Tetapi dengan pesawat, ia
bagaikan memiliki sayap. Alat atau mesin tidak lagi menjadi
budak, tetapi telah menjadi kawan manusia.
Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih.
Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia
–digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin
kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang.
Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti
dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah
menjadi semacam “seteru” manusia, atau lawan yang harus
disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia.
Dewasa ini telah lahir teknologi –khususnya di bidang
rekayasa genetika– yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat
sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal
“majikan” yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika
begitu, ini jelas bertentangan dengan kedua catatan yang
disebutkan di terdahulu.
Berdasarkan petunjuk kitab sucinya, seorang Muslim dapat
menerima hasil-hasil teknologi yang sumbernya netral, dan
tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan unsur “debu tanah”
manusia maupun unsur “ruh Ilahi” manusia.
Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan
seseorang dari zikir dan tafakur, serta mengantarkannya kepada
keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan
hasil teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus
memperingatkan dan mengarahkan manusia yang menggunakan
teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat
mengalihkan manusia darl jati diri dari tujuan penciptaan,
sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam. Karena itu,
menjadi suatu persoalan besar bagi martabat manusia mengenai
cara memadukan kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi,
dengan pemeliharaan nilai-nilai fitrahnya. Bagaimana
mengarahkan teknologi yang dapat berjalan seiring dengan
nilai-nilai Rabbani, atau dengan kata lain bagaimana memadukan
pikir dan zikir, ilmu dan iman?
***
Al-Quran memerintahkan manusia untuk terus berupaya
meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Jangankan manusia biasa,
Rasul Allah Muhammad Saw. pun diperintahkan agar berusaha dan
berdoa agar selalu ditambah pengetahuannya Qul Rabbi zidni
‘ilma (Berdoalah [hai Muhammad], “Wahai Tuhanku, tambahlah
untukmu ilmu”) (QS Thaha [20]: 114), karena fauqa kullu zi
‘ilm (in) ‘alim (Di atas setiap pemilik pengethuan, ada yang
amat mengetahui (QS Yusuf [12]: 72).
Manusia memiliki naluri selalu haus akan pengetahuan.
Rasulullah Saw. bersabda:
Dua keinginan yang tidak pernah puas, keinginan
menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta.
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan
teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan
kepadanya. Karena itu, laju teknologi memang tidak dapat
dibendung. Hanya saja manusia dapat berusaha mengarahkan diri
agar tidak memperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta
dan ilmu/teknologi yang dapat membahayakan dinnya. Agar ia
tidak menjadi seperti kepompong yang membahayakan dirinya
sendiri karena kepandaiannya.
Al-Quran menegaskan:
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah
seperti (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya –karena air itu–
tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan
manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu
telah sempurna keindahannya dan memakai (pula)
perhiasannya dan penghuni-penghuninya telah menduga
bahwa mereka mampu menguasainya (melakukan segala
sesuatu), tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di
waktu malam atau siang, maka kami jadikan
(tanaman-tanamannya) laksana tanaman-tanaman yang
sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh
kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir (QS
Yunus [10]: 24).[]
—————-
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net
SUMBER: http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Iptek1.html