Dalam bukunya "Rahasia Haji" dan juga Kitab "Ihya Ulumiddin" juz 1, Al-Ghazali menyebutkan sepuluh etika / adab-adab batiniah ibadat haji :
Pertama, hendaklah ia berhaji dengan harta yang halal. Ia harus meninggalkan perhatian akan urusan pekerjaan dan bisnisnya. Ia harus mencurahkan perhatiannya semata-mata kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menubuatkan jenis-jenis haji pada akhir zaman : "Pada akhir zaman nanti, manusia yang keluar untuk ibadat haji terdiri dari empat macam : Para pejabat haji untuk pesiar, para pedagang untuk berniaga, orang miskin untuk mengemis, dan para ulama untuk kebanggaan."
Kedua, hendaklah ia berusaha untuk tidak menyerahkan dirinya diperas oleh orang-orang yang mengganggu jemaah haji. Tentang hal ini, Al-Ghazali menyebutkan para perompak zaman dahulu yang merampok jemaah haji di perjalanan. Ia mengutip pendapat para ulama bahwa labih baik meninggalkan sunnat haji daripada mendukung kedzaliman.
Ketiga, hendaklah ia tidak memboroskan bekalnya untuk makan dan minum yang mewah atau membeli kelezatan-kelezatan di perjalanan. Ia harus banyak menggunakan hartanya untuk bersedekah, menolong orang lain, atau memberikan bekal kepada teman seperjalanan, dengan hati yang betul-betul tulus murni karena mengharap Ampunan dan Ridho Allah SWT.
Keempat, hendaklah ia meninggalkan segala macam akhlaq tercela, yaitu kekejian (kedzaliman) dan kefasikan, serta perdebatan dan perbantahan sekecil apapun. Yang termasuk ke dalam kekejian adalah : berkata kotor, bohong, kasar, atau yang menusuk perasaan meski sehalus apapun. Juga memfitnah dan menipu.
Kelima, diutamakan memperbanyak berjalan. Barangkali dengan meninggalkan Arafah dan menuju Mina dengan berjalan kaki daripada dengan kendaraan. Sebab dengan berjalan kaki, ia akan sempat tidur di Muzdalifah, dan pagi-pagi berangkat menuju Mina. Sudah bisa dipastikan, mereka akan tiba di Mina lebih cepat daripada yang menyewa kendaraan.
Keenam, karena berkaitan dengan jenis kendaraan masa lalu, maka kami tidak menuliskannya di sini.
Ketujuh, hendaklah ia berpakaian sederhana, dan meninggalkan tanda-tanda kesombongan dan kemewahannya. Haji dimaksudkan untuk membesarkan dan mengagungkan Allah SWT, dan mengecilkan serta merendahkan diri kita manusia.
Kedelapan, hendaklah merawat unta yang dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan penuh kasih sayang.
Kesembilan, hendaklah memenuhi kewajiban berkurban dan membagi-bagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin dengan hati yang tulus murni (ikhlas) untuk Allah, bukan dengan maksud riya' (pamer).
Kesepuluh, hendaklah ia selalu bersabar menerima musibah yang menimpa tubuhnya atau bila ia kehilangan hartanya.
Rahasia Haji dari Al-Ghazali sebetulnya menggambarkan perspektif sufi. Ratusan tahun sebelum Al-Ghazali lahir, Ja'far Ash Shiddiq r.a, seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf (sufi besar) memberikan nasihat kepada para jemaah haji :
"Jika engkau berangkat haji, kosongkanlah segenap hatimu dari segala urusan. Hadapkanlah dirimu sepenuhnya kepada Allah SWT. Tinggalkan setiap penghalang dan hambatan ; dan serahkan segenap urusanmu kepada Penciptamu. Bertawakkallah kepada-Nya dalam setiap gerak dan diammu. Berserah dirilah kepada setiap ketentuan-ketentuan-Nya, hukum-hukum-Nya, takdir-Nya. Tinggalkan dunia, kesenangan, dan seluruh makhluk (segala sesuatu selain Allah). Keluarlah engkau dari kewajiban yang dibebankan kepadamu dari setiap makhluk Tuhan. Janganlah engkau bersandar kepada bekalmu, kendaraanmu, sahabatmu, saudaramu, kekuatanmu, kemudaanmu, dan kekayaanmu.
Buatlah persiapan seakan-akan engkau tidak akan kembali lagi. Bergaullah dengan baik. Jaga waktu-waktu dalam melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW berupa : adab, kesabaran, syukur, kasih sayang, kedermawanan, dan mendahulukan (kepentingan) orang lain. Bersihkan dosa-dosamu dengan air taubat yang betul-betul ikhlas.
Pakailah pakaian kejujuran, kesucian, kerendahan hati, dan kekhusyu'an. Berihramlah dengan meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kamu dari mengingat Allah dan mencegahmu mentaati-Nya. Bertabiahlah kamu dengan menjawab panggilan Allah dengan keikhlasan, suci dan bersih dalam setiap doa-doa kamu, seraya tetap berpegang kepada tali yang kokoh.
Bertawaflah dengan segenap hatimu bersama para malaikat di sekitar 'Arasy, sebagaimana kamu bertawaf dengan jasadmu bersama manusia di sekitar Baitullah. Keluarlah engkau dari kelalaianmu dan ketergelinciranmu ketika engkau keluar dari Mina. Janganlah mengharapkan apapun yang tidak halal dan tidak layak bagimu.
Akuilah segala kesalahan di tempat pengakuan (Arafah). Perbaharuilah janjimu di depan Allah SWT dengan mengakui segala ke-ESA-an-Nya. Mendekatlah selalu kepada Allah SWT ketika di Muzdalifah. Sembelihlah tengkuk hawa nafsu dan kerakusan ketika engkau menyembelih hewan kurban. Lemparkanlah syahwat, kerendahan, kekejian, dan segala perbuatan tercela ketika melempar Jamarah (Jumrah).
Cukurlah aib-aib lahir (kotoran) dan batinmu (dosa) ketika mencukur rambut. Tinggalkan kebiasaanmu yang selalu menuruti kehendakmu, dan masuklah kepada perlindungan ke Masjid Al-Haram. Berputarlah di sekitar Baitullah dengan sungguh-sungguh mengagungkan Pemiliknya dan menyadari Kebesaran dan Kekuasaan-Nya. Beristilamlah kepada Hajar Aswad dengan penuh keridhoan atas setiap Ketentuan Allah dan merendahkan dirilah engkau di hadapan Kebesaran-Nya. Tinggalkanlah apa saja selain Allah dalam hatimu ketika engkau tawaf perpisahan. Sucikan batinmu untuk menemui DIA pada hari pertemuan dengan DIA, ketika kau berdiri di Shafa. Tempatkan dirimu pada pengawasan Allah selalu dengan membersihkan seluruh perilakumu di Marwah."
(Al-Ghazali)