Kita meyakini bahwa seorang muslim tidak menjadi kafir kecuali jika keimanannya gugur karena syirik atau hal-hal lain yang dapat menguggurkan keimanan, dan bahwa seorang muslim tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar selain syirik kecuali ia menghalalkannya, dan bahwa para pelaku dosa besar keputusannya tergantung kehendak Allah, jika berkehendak Allah mengadzabnya dan jika berkehendak Allah mengampuninya.
Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa’: 48, 116).
Orang-orang yang melakukan kemaksiatan selain syirik keputusannya tergantung kehendak Allah, jika berkehendak Allah mengadzabnya dan jika berkehendak Allah mengampuninya. Namun demikian mereka masih dalam koridor Islam. Ayat tadi tentunya berbicara tentang ampunan yang tidak melalui taubat, karena jika berbicara tentang ampunan yang melalui taubat, tentunya tidak akan membedakan antara dosa syirik dengan selainnya, sebab setiap dosa akan diampuni jika bertaubat.
Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.” (Al-Hujurat: 7).
Ayat ini membedakan antara kekufuran dan selainnya, yaitu kefasikan dan kemaksiatan (kedurhakaan).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ.
“Mencela muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘Alaih). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membedakan antara kefasikan dan kekufuran, dengan demikian diketahui bahwa kemaksiatan itu berbeda-beda.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ.
“Syafa’atku untuk para pelaku dosa besar dari umatku.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Syafa’at beliau untuk mereka adalah bukti bahwa mereka masih tetap dalam lingkup keimanan.
Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82), hal ini terasa berat dalam hati para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka bertanya, “Siapa di antara kami yang tidak berbuat zhalim?” Lalu turunlah ayat, “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13). (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari). Di sini jelas dibedakan antara kezhaliman dan syirik, beliau menjelaskan bahwa tidak semua kezhaliman berarti kesyirikan, akan tetapi kesyirikan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.
Hukuman pun dibedakan tergantung kemaksiatan yang dilakukan. Syari’at yang suci telah menetapkan bahwa hukuman mencuri adalah potong tangan, hukuman zina adalah dijild (didera) atau dirajam (dilempari batu hingga mati), hukuman mabuk adalah dicambuk, hukuman murtad adalah dibunuh. Hal ini menunjukkan bahwa kemaksiatan itu berbeda-beda dan tidak dianggap sederajat.
Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” (An-Nur: 2).
Dalam ayat lain disebutkan, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Maidah: 38).
Dalam ayat lain disebutkan, “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 4).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ.
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (Islamnya) maka bunuhlah ia.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).
Beliau juga bersabda,
لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: اَلنَّفْسِ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبِ الزَّانِي وَالتَّارِكِ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقِ لِلْجَمَاعَةِ.
“Tidaklah halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: Jiwa dengan jiwa, orang tua yang berzina dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jama’ah.” (Muttafaq ‘Alaih).
No comments:
Post a Comment